Minggu, 22 Desember 2013

Reaksi saponifikasi pada proses pembuatan sabun

REAKSI SAPONIFIKASI PADA PROSES PEMBUATAN SABUN
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan –fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas.
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH, KOH), reaksi umumnya adalah:
O O
∕∕ ∕∕
R – C Na+OH R – C + R`OH
\ \
OR` O Na+
ester alkali garam dari asam alkohol
Mekanisme ini melibatkan serangan nukleofil ion hidroksida pada karbon karbonil
: ::
║ │
H: + R – C – OR` R – C – OR`
OH
O O
R – C – OH + :R` R – C – O + R`OH
Basa kuat basa lemah
Misalnya reaksi saponifikasi dari Gliseril Tripalmitat dengan alkali NaOH:
O
CH2OC(CH2)14CH3
CH2OH
CHOH
CH2OH

O
OC(CH2)14CH3
O
C
Sodium palmitate
H2OC(CH2)14CH3 + 3Na+ OH + 3Na+
Glycerol
O
CH2OC(CH2)14CH3
Glyceryl tripalmitate
Contoh lainnya adalah reaksi saponifikasi dari Gliseril Tripalmitat dengan alkali KOH:
O
CH2OC(CH2)14CH3
CH2OH
CHOH
CH2OH

O
OC(CH2)14CH3
O
C
H2OC(CH2)14CH3 + 3K+ OH + 3K+
Glycerol
O
CH2OC(CH2)14CH3
Glyceryl tripalmitate
Sabun dapat dibuat melalui proses batch atau kontinu Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya).
Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5.
Sabun merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial.
O O
║ ║
R – C – ONa+ + H – OH R – C – OH + Na+OH
sabun alkali
Alkali dapat mambahayakan beberapa jenis tekstil, sabun juga tidak dapat berfungsi jika pH larutan terlalu rendah. Karena rantai karbon yang panjang akan mengendap seperti buih. Misalnya sabun dari natrium stearat, akan berubah menjadi asam stearat dalam suasana asam.
O O
∕∕ ∕∕
C17H35C + H+Cl C17H35C + Na+Cl
\ \
O Na+ OH
Natrium stearat asam stearat
Selain itu sabun biasanya membentuk garam dengan ion-ion kalsium, magnesium, atau besi dalam air sadah (hard water). Garam-garam tesebut tidak larut dalam air.
O
∕∕
2C17H35C + Ca++ (C17H35COO)2Ca++ + 2Na+
\
O Na+
Natrium stearat kalsium stearat
(larut) (mengendap)
Garam yang tidak larut dalam air itu membuat warna coklat pada dinding kamar mandi, kerah baju, atau warna kusam pada pakaian dan rambut.
Masalah tersebut dipecahkan dengan beberapa cara. Misalnya dengan mengurangi ion-ion kalsium dan magnesium dan menggantinya dengan ion-ion natrium, atau yang dikenal dengan air lunak. (soft water). Selain itu bisa juga dengan menambahkan fosfat pada sabun, karena fosfat membentuk komplek dengan ion-ion logam, larut dalam air, sehingga mencegah ion-ion tersebut membentuk garam taklarut dengan sabun. Namun penggunaan fosfet harus dibatasi, karena jika ikut mengalir dalam danau atau sungai fosfat yang juga berfungsi sebagai pupuk akan merangsang tumbuhnya tanaman sedemikian besar sehingga tanaman menghabiskan oksigen terlarut dalam air dan menyebabkan ikan-ikan mati. Cara lain misalnya dengan mengganti gugus ionik karboksilat pada sabun dengan gugus sulfat atau sulfonat. Cara inilah yang mendasari terbentuknya detergen.
Pada perkembangan selanjutnya bentuk sabun menjadi bermacam-macam, yaitu:
  1. Sabun cair
    • Dibuat dari minyak kelapa
    • Alkali yang digunakan KOH
    • Bentuk cair dan tidak mengental dalam suhu kamar
  2. Sabun lunak
    • Dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak tumbuhan yang tidak jernih
    • Alkali yang dipakai KOH
    • Bentuk pasta dan mudah larut dalam air
  3. Sabun keras
    • Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang dikeraskan dengan proses hidrogenasi
    • Alkali yang dipakai NaOH
    • Sukar larut dalam air
Wanita sangat menginginkan menggunakan sabun dalam bentuk cair, sebab bentuk cair memberikan busa yang cukup banyak. Sabun yang banyak mengandung busa, terutama pada sabun cair yang terbuat dari minyak kelapa atau kopra ini biasanya menyebabkan rangsangan dan memungkinkan penyebab dermatitis bila dipakai. Oleh karena itulah penggunaanya diganti dengan minyak zaitun dan minyak kacang kedele atau minyak yang lain yang dapat menghasilkan sabun lebih lembut dan baik. Tetapi para pemakai kurang menyukainya sebab sabun ini kelarutannya rendah dan tidak memberikan busa yang banyak.
Dengan perkembangan yang cukup pesat dalam dunia industri dimungkinkan adanya penambahan bahan-bahan lain kedalam sabun sehingga menghasilkan sabun dengan sifat dan kegunaan baru. Bahan-bahan yang ditambahkan misalnya:
  1. Sabun kesehatan
    • TCC (Trichorlo Carbanilide)
    • Hypo allergenic blend, untuk membersihkan lemak dan jerawat
    • Asam salisilat sebagai fungisida
    • Sulfur, untuk mencegah dan mengobati penyakit kulit
  2. Sabun kecantikan
  • Parfum, sebagai pewangi dan aroma terapi
  • Vitamin E untuk mencegah penuaan dini
  • Pelembab
  • Hidroquinon untuk memutihkan dan mencerahkan kulit
  1. Shampoo
  • Diethanolamine (HOCH2CH2NHCH2CH2OH) untuk mempertahankan pH
  • Lanolin sebagai conditioner
  • Protein untuk memberi nutrisi pada rambut
Selain jenis sabun diatas masih banyak jenis-jenis sabun yang lain, misalnya sabun toilet yang mengandung disinfektan dan pewangi. Textile soaps yang digunakan dalam industi textile sebagai pengangkat kotoran pada wool dan cotton. Dry-cleaning soaps yang tidak memerlukan air untuk larut dan tidak berbusa, biasanya digunakan sebagai sabun pencuci tangan yang dikemas dalam kemasan sekali pakai. Metallic soaps yang merupakan garam dari asam lemak yang direaksikan dengan alkali tanah dan logam berat, biasanya digunakan untuk pendispersi warna pada cat, varnishes, dan lacquer. Dan salt-water soaps yang dibuat dari minyak palem Afrika (Elaise guineensis) yang dapat digunakan untuk mencuci dalam air asin.
Meskipun meupakan bahan utama pembentuk sabun, namun ternyata alkali mempunyai dampak negatif bagi kulit. Beberapa penyelidik mengetahui bahwa alkali lebih banyak merusak kulit dibandingkan dengan kemampuannya menghilangkan bahan berminyak dari kulit . Meskipun demikian dalam penggunaannya dengan air, sabun akan mengalami proses hidrolis. Untuk mendapatkan sabun yang baik maka harus diukur sifat alkalisnya, yakni pH antara 5,8 sampai 10,5. Pada kulit yang normal kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak. Beberapa penyakit kulit sensitif terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian sabun merupakan kontra indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun, pH kulit akan naik menjadi 9, meskipun kulit cepat menjadi normal kembali, tapi mungkin saja perubahan ini tidak diinginkan pada penyakit kulit tertentu.

 http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun/

2 komentar: